Dengan setengah berlari, Zelda berusaha mengingat-ingat apa yang harus dibawa ke sekolah hari ini. Buku PR Matematika? Check. Buku diktat sejarah? Check. Zelda kembali melihat daftar pelajaran yang ditempelnya di meja belajarnya.
“ Hm, hari ini ada pelajaran olah raga,” katanya dalam hati. Dengan cepat dia mengambil kaos putih bersablon nama sekolahnya dan celana pendek hijau, baju olahraga sekolahnya.
Zelda berlari menuju meja makan, roti isi keju sudah disiapkan disana. Di dekat kursi meja makannya sudah disiapkan sepatu dengan kaos kakinya. Dengan semangat multi fungsi Zelda berusaha makan roti sambil memakai sepatunya.
Mama yang baru keluar dari kamar, geleng-geleng kepala melihat tingkah Zelda.
“ Telat lagi Zel? Kan mama dah bilang, buku tuh disiapin malam sebelumnya,” omel mamanya yang duduk di sebelah Zelda dan membantu memotong-motong roti keju Zelda.
Sementara Zelda cuman diam sambil berusaha mengunyah rotinya dan mengikat sepatunya. Sapaan rutin yang mama ucapkan sudah tidak mempan lagi untuk Zelda.
“ Zel, jangan lupa obat mama!” kata mamanya ketika Zelda sudah selesai mengunyah gigitan terakhir rotinya. Zelda langsung mengangguk ringan, dan berjalan melihat kertas yang berisi daftar obat yang harus diminum mamanya setiap hari.
Salah satu tambahan kegiatan rutin Zelda di pagi hari sejak setahun yang lalu. Sejak mama Zelda terkena kanker payudara. Dari situlah, Zelda, si anak bungsu, bertugas menyiapkan obat untuk mama. Apalagi sang Ayah sedang bertugas di luar kota yang hanya pulang di akhir minggu dan kakaknya sedang bekerja di luar kota. Daftar obat-obat itu sudah ditulis rapi oleh ayah. Zelda sudah hafal obat-obat mana hanya dengan melihat bentuknya. Zelda segera menyusun obat-obat tersebut di piring kecil yang sudah dilabeli ‘pagi’, ‘siang’ dan ‘malam’.
“Zel, ulang tahunmu minggu depan mau mama masakin apa?” kata mama sambil melihat Zelda yang sibuk menyusun obat.
“Hmm, apa aja lah, Ma.. anak-anak paling juga mau dikasih apa aja. Kan mereka rakus semua,” canda Zelda.
“Hehehe, emang temen-temenmu itu. Ya udah, mama buatin nasi kuning aja yah. Lagian mas dan ayah mau datang loh. Spesial buat kamu”
“ Oh ya?? Horeee…..”
Zelda mencium pipi mamanya erat, mengambil tas sekolahnya dan melesat memasuki mobil. Mama keluar rumah sambil melambaikan tangan. Zelda membalasnya riang.
***
Akhirnya bel sekolah berbunyi juga. Zelda, Septi dan Ratih terlihat tergesa-gesa merapikan tas mereka.
“Zel, ada acara nggak? Mau ke Citra Mall dulu nggak? Temenin donk, aku mau beli kado,” Ajak Ratih.
“Oh boleh tuh, ayo ayo, ‘dah lama neh ga refreshing juga,” jawab Zelda tanpa pikir panjang.
Tiba-tiba handphone Zelda bergetar. SMS masuk.
Zel, ntar jangan lupa anterin mama ke Rumah Sakit yah. Mama harus terapi radiasi
Sender: Mama
Raut wajah Zelda langsung berubah melihat SMS tersebut.
“Kenapa Zel ?” Tanya Ratih melihat perubahan muka Zelda.
“ Aduh Sorry, aku ga bisa ikut. Mama aku harus ke Rumah Sakit hari ini,” kata Zelda memelas.
“Oh ya udah lah Zel, lain kali aja kamu ikutnya,” jawab Ratih sambil tersenyum.
Zelda segera pamit dengan kedua temannya dan melangkah pelan ke mobil yang sudah terparkir di depan sekolah.
Ini bukan pertama kalinya bagi Zelda. Selalu begini, runtuk Zelda. Saat teman-temannya pergi ke Mall usai pulang sekolah, dia pergi ke Rumah Sakit. Saat teman-temannya belajar di rumah untuk ulangan, dia belajar di rumah sakit sambil menemani mamanya. Sepulang dari les bahasa inggris, dia harus langsung ke rumah sakit. Acara menginap yang sudah dirancang jauh-jauh, bisa saja tiba-tiba dibatalkan karena mamanya harus masuk rumah sakit.Yang paling parah, kalau teman-temannya sedang terisak-isak menangis karena masalah cowok, dia terisak menangis di sudut sekolah karena berita buruk mamanya.
Zelda menarik nafas dalam ketika dia masuk ke mobil yang mengantarnya ke rumah untuk menjemput mamanya. Mana bisa aku menikmati masa SMA kalau begini terus, keluhnya.
***
Zelda mencoba bangun setelah wekernya berbunyi nyaring. Dengan mengantuk dia keluar dari kamarnya. Hari ini hari senin, biasanya ayahnya akan kembali ke kota tempat kerjanya dengan pesawat di pagi hari. Tapi hari itu sunyi. Tidak ada tanda-tanda dari kamar orang tuanya.
“Kemana Mama sama Ayah, Mbak?” Tanyanya pada pembantunya yang sedang memasak di dapur.
“ Bapak Ibu tadi pagi ke rumah sakit, Mbak. Tadi Mbak Zelda disuruh telpon ke HP Bapak, kalau sudah bangun,”
Deg. Hatinya berdebar tidak karuan. Dengan cepat dia menelpon ayahnya.
“ Yah, kenapa Mama?” katanya tanpa basa-basi.
“ Mamamu harus rawat inap karena tiba-tiba saja tensi darahnya turun lagi. Ayah nanti siang balik ke kantor, kamu abis pulang sekolah langsung ke RS ya?”
“ Mama parah yah?”
“ Kata dokter paling cuman tiga hari di RS,”
“ Tapi ntar aku harus les dulu yah,”
“ Ya udah gak papa, biar si mbak nemenin mama dulu,”
“ Ehm mama cuman tiga hari doank kan disana yah?”
“ Mudah-mudahan begitu, kenapa emang?”
“ Hari jum’at kan ulang tahunku, mama janjiin mau masak-masak, teman-teman mau ke rumah” kata Zelda pelan. Ayah disana terlihat menarik naas.
“ Zelda, rasanya sekarang bukan saat yang tepat buat ngomongin itu.”
“ Tapi, kalau memang mama gak bisa, aku mau bilang ke temen-temenku biar mereka gak datang ke rumah.” Seru Zelda cepat.
Ayah diam sesaat.
“ Zel, lebih baik dibatalin saja yah, ayah gak tau apa mama udah kuat hari itu,”
Setelah berjanji akan segera kesana setelah pulang les, Zelda menutup telponnya dengan tidak bersemangat. Dia berusaha untuk menahan air mata yang sudah mendesak untuk tumpah.
Hari itu di sekolah dia terlihat banyak diam. Setelah mengabari teman-temannya bahwa mereka tidak bisa ke rumahnya di hari Jum’at nanti, Zelda langsung merasa tidak bersemangat. Memang, teman-temannya mengerti alasan Zelda, tetapi, Zelda sendiri yang merasa bersalah kepada mereka. Dia sudah menjanjikan hal ini dari jauh-jauh hari dan tiba-tiba saja dibatalkan.
Di sekolah, celotehannya teman-temannya lebih banyak ditanggapi dengan diam dan senyum. Nafsu makannya pun hilang.
Sepulang dari les, Zelda harus segera kembali ke rumah untuk membawa beberapa baju untuk menginap di Rumah Sakit nanti. Dia melirik jam tangannya, sudah jam empat, pikir Zelda. Tetapi, dia belum sempat makan apa-apa tadi siang. Dibukanya tudung saji, mbak Mirah sudah memasakkan ayam goreng. Dicomotnya satu dan dikunyahnya cepat-cepat. Yang penting makanlah, pikirnya.
Zelda melihat agendanya, sambil membereskan baju yang mau dia bawa. Dia baru sadar kalau besok ada ulangan Matematika. Dia membayangkan harus belajar di Rumah Sakit yang sebetulnya bukan hal baru untuk Zelda.
***
Sudah tiga hari mamanya di Rumah Sakit dan dokter belum memperbolehkan beliau untuk pulang. Zelda masih sibuk pulang pergi rumah, sekolah dan Rumah Sakit. Hari ini di sela-sela istirahat pertama, Zelda menyempatkan diri untuk membaca ulang catatan Biologinya. Jam ke lima nanti, Zelda ada ulangan Biologi. Zelda terlihat lelah membaca buku catatan yang sudah dibolak-baliknya itu.
Septi menghampiri Zelda yang masih sibuk berkomat-kamit menghafal alat pernafasan binatang.
“Zel, ke kantin ikut yuk,” ajaknya.
Zelda cuman menggeleng disaat Septi mengamati wajah Zelda.
“ Kamu sakit yah? Dari tadi kamu pucet banget, dan dari kemarin kamu banyak diem mulu. Lagi bad mood yah?”
Zelda mengangkat wajahnya.
“ Yah daritadi badanku emang kerasa nggak enak. Kecapekan kali yah, bolak balik mulu..”
“ Ya udah, istirahat sebentar, ke kantin dulu yuk, beli minuman”
Zelda mengangguk dan berjalan di belakang Septi. Hari itu udara sangat panas, kantin penuh dengan murid-murid yang sedang menikmati istirahatnya.
“ Sep, kok aku jadi pusing yah di dalam kantin, ” kata Zelda di tengah-tengah kerumunan orang-orang berbaju putih abu-abu itu.
Septi yang sedang sibuk berjalan di tengah kerumunan, menengok ke belakang dan dia melihat Zelda memegangi kepalanya dan tiba-tiba…
BRUK. Zelda jatuh.
Septi panik dan berteriak meminta tolong.
***
Bau minyak putih menyadarkan Zelda dari pingsannya. Dia melihat suster UKS berdiri di samping tempat tidurnya. Septi dan Ratih berdiri di sisi satunya. Wajah mereka terlihat lega ketika mengetahui Zelda sudah tersadar. Zelda mencoba untuk tersenyum.
“Zel, kita dah kasih tau ayahmu tadi. Terus katanya, kalau sudah sadar kamu disuruh pulang aja. Supirmu lagi jalan ke sekolah,” jelas Ratih.
“ Iya, makasih ya Sep, Tih,” jawab Zelda pelan.
Di perjalanan pulang, ayahnya menelpon Zelda.
“Zelda, gimana kamu?” ada nada panik di suara ayahnya. Zelda merasa bersalah.
“Gapapa kok, Yah. Cuman kecapekan aja kali. Bolak balik Rumah Sakit ke sekolah, harus les dan Zelda memang lagi banyak ulangan,”
“ Kamu gak istirahat cukup yah?”
“ Ya Zelda emang lagi sibuk… Maaf..”
“ Zel, mama kamu tuh lagi sakit. Kamu tuh ya, makan yang teratur, istirahat juga yang teratur. Kalo kamu sakit gini, kan susah apa-apanya lagi.”
“ Yah, Zelda kan emang lagi banyak kegiatan. Mau gimana lagi? Lagian, kan bukan salah Zelda mama sakit…” kata-kata Zelda keluar begitu saja tanpa dipikir.
“ Zel!” seru ayahnya keras.
Zelda tersinggung mendengar nada suara ayahnya.
“ Zelda capek, Yah. Selama ini Zelda sudah ngelakuin semuanya sendiri. Ayah sama mas gak pernah ngerasain gimana rasanya setiap hari nungguin mama di Rumah Sakit. SETIAP HARI. Kalian enak gak harus setiap hari khawatir sama keadaan mama. Kalian kan cuman datang weekend doang. Gimana ayah bisa ngerti rasa capek Zelda?”
“ Zelda…” nada suaranya mulai melembut.
“ Zelda capek, Yah. Zelda capek!!!” Zelda kemudian menutup telponnya dan menangis di dalam mobil.
Setelah puas menangis, Zelda mendapat SMS dari ayahnya untuk beristirahat di rumah. Mbak Mirah yang akan menunggui mamanya. Zelda membaca SMS itu dengan tidak bersemangat dan juga ada rasa sesal didalamnya. Dia tahu, kalau mamanya sampai mengetahui persoalan ini, beliau akan sangat sedih.
Tapi aku tidak sekuat itu, Ma. Bisiknya dalam hati.
***
Jam 12 malam, Zelda dikejutkan dengan bunyi SMS ucapan ulang tahun dari Ratih yang kemudian disusul dengan SMS-SMS lain dari teman-temannya. Zelda tersenyum membaca semua SMS yang masuk itu. Jam dua malam, setelah mengirim SMS ucapan terima kasih kepada teman-temannya, Zelda segera terlelap.
Pagi itu Zelda dikerubungi teman-temannya yang ingin mengucapkan selamat ulang tahun. Zelda terlihat bahagia melihat teman-temannya banyak mengingatnya. Bahkan sepulang sekolah, dia dilempari tepung, air dan telur oleh teman-temannya.
“ Abis ini mau kemana, Zel?” Tanya Ratih yang menemani Zelda mengganti pakaian di kamar mandi sekolah.
“ Ke rumah dulu rasanya, mau keramas.. Abis itu ke Rumah Sakit lagi” jawab Zelda sambil memegang rambutnya yang masih bau telur. Ratih tertawa melihat mimik muka Zelda yang mengerinyit ketika dia mencoba mencium bau rambutnya.
“ Sayang yah, kita ga makan-makan di rumahmu kayak tahun lalu.”
“ Yah, mau gimana lagi,” nada suara Zelda menggantung.
***
Zelda berjalan di lorong Rumah Sakit sambil membawa tas yang berisi baju dan buku. Disana dia melihat banyak orang-orang yang berlalu lalang. Tidak hanya orang yang sakit, tetapi juga keluarga yang menemaninya. Orang-orang yang senasib dengan ku, pikir Zelda.
Tiba-tiba, mamanya menelpon.
“ Sudah dimana Zel?” Tanya mamanya.
“ Sudah dekat Ma, sebentar lagi sampai kok,” di ujung telpon Zelda mendengar banyak suara orang bercakap-cakap.
“ Disana ramai, Ma?” tanyanya. Jam segini memang jam besuk, tidak heran kalau banyak orang yang berkunjung ke kamar rawat mamanya.
“ Iya, rame. Ya udah mama tunggu”
Zelda sudah berada di depan pintu kamar rawat mamanya. Zelda tertegun ketika sepertinya mengenal suara-suara ramai yang didengar dari balik daun pintu kamar. Dengan tak sabar dia buka pintu tersebut.
“ SURPRISE !!!”
Zelda tersenyum lebar. Didapatinya mama, ayah dan kakaknya membawa sebuah hadiah besar dan berebut untuk memeluk dan menciumnya. Di ujung sana dilihatnya nasi kuning bersanding dengan kue tart strawberry. Dan disekelilingnya, dilihatnya Ratih, Septi dan beberapa teman-teman dekatnya berdiri disana. Mereka menyanyikan lagu ‘ Selamat Ulang Tahun ‘ dan mendaulat Zelda untuk meniup lilin. Zelda terlihat sangat bahagia.
Setelah teman-temannya pulang, Zelda duduk disamping mamanya.
“ Terima kasih ya, Ma”
“ Mama kan sudah janji untuk membuatkan kamu nasi kuning dan mengundang teman-temanmu,” jawab mamanya sambil tersenyum
“ Untung Septi dan Ratih bisa menjaga rahasia,” lanjut mamanya.
“ Ma.. mama mau gak janji satu lagi sama Zelda,” ujarnya sambil melihat mata mamanya.
“ Janji apa?”
“ Untuk sembuh,”
Mama memegang tangan anak bungsunya itu lembut.
“ Zelda tahu apa yang membuat mama kuat sampai sekarang?”
Zelda menggeleng pelan sebagai jawabannya.
“ Zelda beri kekuatan untuk mama terus berjuang melawan penyakit ini. Setiap melihat Zelda tidur di sebelah mama. Mama tahu, bahwa anak mama selalu ada buat mama untuk terus berjuang. Zelda yang buat mama seperti itu, ” tangan mama memegang Zelda lebih erat. Ayah dan kakaknya tersenyum mendengar kata-kata itu.
Tanpa terasa airmata Zelda tumpah perlahan. Dia terharu.
“ Aku sayang Mama,” bisik Zelda pelan sambil memeluk mamanya. Erat.
By Bulan Mendota. Amsterdam. Oktober 7th, 2007.
Dedicated to my mom in her ‘supposedly’ 56th birthday. I love you, mom.
“ Hm, hari ini ada pelajaran olah raga,” katanya dalam hati. Dengan cepat dia mengambil kaos putih bersablon nama sekolahnya dan celana pendek hijau, baju olahraga sekolahnya.
Zelda berlari menuju meja makan, roti isi keju sudah disiapkan disana. Di dekat kursi meja makannya sudah disiapkan sepatu dengan kaos kakinya. Dengan semangat multi fungsi Zelda berusaha makan roti sambil memakai sepatunya.
Mama yang baru keluar dari kamar, geleng-geleng kepala melihat tingkah Zelda.
“ Telat lagi Zel? Kan mama dah bilang, buku tuh disiapin malam sebelumnya,” omel mamanya yang duduk di sebelah Zelda dan membantu memotong-motong roti keju Zelda.
Sementara Zelda cuman diam sambil berusaha mengunyah rotinya dan mengikat sepatunya. Sapaan rutin yang mama ucapkan sudah tidak mempan lagi untuk Zelda.
“ Zel, jangan lupa obat mama!” kata mamanya ketika Zelda sudah selesai mengunyah gigitan terakhir rotinya. Zelda langsung mengangguk ringan, dan berjalan melihat kertas yang berisi daftar obat yang harus diminum mamanya setiap hari.
Salah satu tambahan kegiatan rutin Zelda di pagi hari sejak setahun yang lalu. Sejak mama Zelda terkena kanker payudara. Dari situlah, Zelda, si anak bungsu, bertugas menyiapkan obat untuk mama. Apalagi sang Ayah sedang bertugas di luar kota yang hanya pulang di akhir minggu dan kakaknya sedang bekerja di luar kota. Daftar obat-obat itu sudah ditulis rapi oleh ayah. Zelda sudah hafal obat-obat mana hanya dengan melihat bentuknya. Zelda segera menyusun obat-obat tersebut di piring kecil yang sudah dilabeli ‘pagi’, ‘siang’ dan ‘malam’.
“Zel, ulang tahunmu minggu depan mau mama masakin apa?” kata mama sambil melihat Zelda yang sibuk menyusun obat.
“Hmm, apa aja lah, Ma.. anak-anak paling juga mau dikasih apa aja. Kan mereka rakus semua,” canda Zelda.
“Hehehe, emang temen-temenmu itu. Ya udah, mama buatin nasi kuning aja yah. Lagian mas dan ayah mau datang loh. Spesial buat kamu”
“ Oh ya?? Horeee…..”
Zelda mencium pipi mamanya erat, mengambil tas sekolahnya dan melesat memasuki mobil. Mama keluar rumah sambil melambaikan tangan. Zelda membalasnya riang.
***
Akhirnya bel sekolah berbunyi juga. Zelda, Septi dan Ratih terlihat tergesa-gesa merapikan tas mereka.
“Zel, ada acara nggak? Mau ke Citra Mall dulu nggak? Temenin donk, aku mau beli kado,” Ajak Ratih.
“Oh boleh tuh, ayo ayo, ‘dah lama neh ga refreshing juga,” jawab Zelda tanpa pikir panjang.
Tiba-tiba handphone Zelda bergetar. SMS masuk.
Zel, ntar jangan lupa anterin mama ke Rumah Sakit yah. Mama harus terapi radiasi
Sender: Mama
Raut wajah Zelda langsung berubah melihat SMS tersebut.
“Kenapa Zel ?” Tanya Ratih melihat perubahan muka Zelda.
“ Aduh Sorry, aku ga bisa ikut. Mama aku harus ke Rumah Sakit hari ini,” kata Zelda memelas.
“Oh ya udah lah Zel, lain kali aja kamu ikutnya,” jawab Ratih sambil tersenyum.
Zelda segera pamit dengan kedua temannya dan melangkah pelan ke mobil yang sudah terparkir di depan sekolah.
Ini bukan pertama kalinya bagi Zelda. Selalu begini, runtuk Zelda. Saat teman-temannya pergi ke Mall usai pulang sekolah, dia pergi ke Rumah Sakit. Saat teman-temannya belajar di rumah untuk ulangan, dia belajar di rumah sakit sambil menemani mamanya. Sepulang dari les bahasa inggris, dia harus langsung ke rumah sakit. Acara menginap yang sudah dirancang jauh-jauh, bisa saja tiba-tiba dibatalkan karena mamanya harus masuk rumah sakit.Yang paling parah, kalau teman-temannya sedang terisak-isak menangis karena masalah cowok, dia terisak menangis di sudut sekolah karena berita buruk mamanya.
Zelda menarik nafas dalam ketika dia masuk ke mobil yang mengantarnya ke rumah untuk menjemput mamanya. Mana bisa aku menikmati masa SMA kalau begini terus, keluhnya.
***
Zelda mencoba bangun setelah wekernya berbunyi nyaring. Dengan mengantuk dia keluar dari kamarnya. Hari ini hari senin, biasanya ayahnya akan kembali ke kota tempat kerjanya dengan pesawat di pagi hari. Tapi hari itu sunyi. Tidak ada tanda-tanda dari kamar orang tuanya.
“Kemana Mama sama Ayah, Mbak?” Tanyanya pada pembantunya yang sedang memasak di dapur.
“ Bapak Ibu tadi pagi ke rumah sakit, Mbak. Tadi Mbak Zelda disuruh telpon ke HP Bapak, kalau sudah bangun,”
Deg. Hatinya berdebar tidak karuan. Dengan cepat dia menelpon ayahnya.
“ Yah, kenapa Mama?” katanya tanpa basa-basi.
“ Mamamu harus rawat inap karena tiba-tiba saja tensi darahnya turun lagi. Ayah nanti siang balik ke kantor, kamu abis pulang sekolah langsung ke RS ya?”
“ Mama parah yah?”
“ Kata dokter paling cuman tiga hari di RS,”
“ Tapi ntar aku harus les dulu yah,”
“ Ya udah gak papa, biar si mbak nemenin mama dulu,”
“ Ehm mama cuman tiga hari doank kan disana yah?”
“ Mudah-mudahan begitu, kenapa emang?”
“ Hari jum’at kan ulang tahunku, mama janjiin mau masak-masak, teman-teman mau ke rumah” kata Zelda pelan. Ayah disana terlihat menarik naas.
“ Zelda, rasanya sekarang bukan saat yang tepat buat ngomongin itu.”
“ Tapi, kalau memang mama gak bisa, aku mau bilang ke temen-temenku biar mereka gak datang ke rumah.” Seru Zelda cepat.
Ayah diam sesaat.
“ Zel, lebih baik dibatalin saja yah, ayah gak tau apa mama udah kuat hari itu,”
Setelah berjanji akan segera kesana setelah pulang les, Zelda menutup telponnya dengan tidak bersemangat. Dia berusaha untuk menahan air mata yang sudah mendesak untuk tumpah.
Hari itu di sekolah dia terlihat banyak diam. Setelah mengabari teman-temannya bahwa mereka tidak bisa ke rumahnya di hari Jum’at nanti, Zelda langsung merasa tidak bersemangat. Memang, teman-temannya mengerti alasan Zelda, tetapi, Zelda sendiri yang merasa bersalah kepada mereka. Dia sudah menjanjikan hal ini dari jauh-jauh hari dan tiba-tiba saja dibatalkan.
Di sekolah, celotehannya teman-temannya lebih banyak ditanggapi dengan diam dan senyum. Nafsu makannya pun hilang.
Sepulang dari les, Zelda harus segera kembali ke rumah untuk membawa beberapa baju untuk menginap di Rumah Sakit nanti. Dia melirik jam tangannya, sudah jam empat, pikir Zelda. Tetapi, dia belum sempat makan apa-apa tadi siang. Dibukanya tudung saji, mbak Mirah sudah memasakkan ayam goreng. Dicomotnya satu dan dikunyahnya cepat-cepat. Yang penting makanlah, pikirnya.
Zelda melihat agendanya, sambil membereskan baju yang mau dia bawa. Dia baru sadar kalau besok ada ulangan Matematika. Dia membayangkan harus belajar di Rumah Sakit yang sebetulnya bukan hal baru untuk Zelda.
***
Sudah tiga hari mamanya di Rumah Sakit dan dokter belum memperbolehkan beliau untuk pulang. Zelda masih sibuk pulang pergi rumah, sekolah dan Rumah Sakit. Hari ini di sela-sela istirahat pertama, Zelda menyempatkan diri untuk membaca ulang catatan Biologinya. Jam ke lima nanti, Zelda ada ulangan Biologi. Zelda terlihat lelah membaca buku catatan yang sudah dibolak-baliknya itu.
Septi menghampiri Zelda yang masih sibuk berkomat-kamit menghafal alat pernafasan binatang.
“Zel, ke kantin ikut yuk,” ajaknya.
Zelda cuman menggeleng disaat Septi mengamati wajah Zelda.
“ Kamu sakit yah? Dari tadi kamu pucet banget, dan dari kemarin kamu banyak diem mulu. Lagi bad mood yah?”
Zelda mengangkat wajahnya.
“ Yah daritadi badanku emang kerasa nggak enak. Kecapekan kali yah, bolak balik mulu..”
“ Ya udah, istirahat sebentar, ke kantin dulu yuk, beli minuman”
Zelda mengangguk dan berjalan di belakang Septi. Hari itu udara sangat panas, kantin penuh dengan murid-murid yang sedang menikmati istirahatnya.
“ Sep, kok aku jadi pusing yah di dalam kantin, ” kata Zelda di tengah-tengah kerumunan orang-orang berbaju putih abu-abu itu.
Septi yang sedang sibuk berjalan di tengah kerumunan, menengok ke belakang dan dia melihat Zelda memegangi kepalanya dan tiba-tiba…
BRUK. Zelda jatuh.
Septi panik dan berteriak meminta tolong.
***
Bau minyak putih menyadarkan Zelda dari pingsannya. Dia melihat suster UKS berdiri di samping tempat tidurnya. Septi dan Ratih berdiri di sisi satunya. Wajah mereka terlihat lega ketika mengetahui Zelda sudah tersadar. Zelda mencoba untuk tersenyum.
“Zel, kita dah kasih tau ayahmu tadi. Terus katanya, kalau sudah sadar kamu disuruh pulang aja. Supirmu lagi jalan ke sekolah,” jelas Ratih.
“ Iya, makasih ya Sep, Tih,” jawab Zelda pelan.
Di perjalanan pulang, ayahnya menelpon Zelda.
“Zelda, gimana kamu?” ada nada panik di suara ayahnya. Zelda merasa bersalah.
“Gapapa kok, Yah. Cuman kecapekan aja kali. Bolak balik Rumah Sakit ke sekolah, harus les dan Zelda memang lagi banyak ulangan,”
“ Kamu gak istirahat cukup yah?”
“ Ya Zelda emang lagi sibuk… Maaf..”
“ Zel, mama kamu tuh lagi sakit. Kamu tuh ya, makan yang teratur, istirahat juga yang teratur. Kalo kamu sakit gini, kan susah apa-apanya lagi.”
“ Yah, Zelda kan emang lagi banyak kegiatan. Mau gimana lagi? Lagian, kan bukan salah Zelda mama sakit…” kata-kata Zelda keluar begitu saja tanpa dipikir.
“ Zel!” seru ayahnya keras.
Zelda tersinggung mendengar nada suara ayahnya.
“ Zelda capek, Yah. Selama ini Zelda sudah ngelakuin semuanya sendiri. Ayah sama mas gak pernah ngerasain gimana rasanya setiap hari nungguin mama di Rumah Sakit. SETIAP HARI. Kalian enak gak harus setiap hari khawatir sama keadaan mama. Kalian kan cuman datang weekend doang. Gimana ayah bisa ngerti rasa capek Zelda?”
“ Zelda…” nada suaranya mulai melembut.
“ Zelda capek, Yah. Zelda capek!!!” Zelda kemudian menutup telponnya dan menangis di dalam mobil.
Setelah puas menangis, Zelda mendapat SMS dari ayahnya untuk beristirahat di rumah. Mbak Mirah yang akan menunggui mamanya. Zelda membaca SMS itu dengan tidak bersemangat dan juga ada rasa sesal didalamnya. Dia tahu, kalau mamanya sampai mengetahui persoalan ini, beliau akan sangat sedih.
Tapi aku tidak sekuat itu, Ma. Bisiknya dalam hati.
***
Jam 12 malam, Zelda dikejutkan dengan bunyi SMS ucapan ulang tahun dari Ratih yang kemudian disusul dengan SMS-SMS lain dari teman-temannya. Zelda tersenyum membaca semua SMS yang masuk itu. Jam dua malam, setelah mengirim SMS ucapan terima kasih kepada teman-temannya, Zelda segera terlelap.
Pagi itu Zelda dikerubungi teman-temannya yang ingin mengucapkan selamat ulang tahun. Zelda terlihat bahagia melihat teman-temannya banyak mengingatnya. Bahkan sepulang sekolah, dia dilempari tepung, air dan telur oleh teman-temannya.
“ Abis ini mau kemana, Zel?” Tanya Ratih yang menemani Zelda mengganti pakaian di kamar mandi sekolah.
“ Ke rumah dulu rasanya, mau keramas.. Abis itu ke Rumah Sakit lagi” jawab Zelda sambil memegang rambutnya yang masih bau telur. Ratih tertawa melihat mimik muka Zelda yang mengerinyit ketika dia mencoba mencium bau rambutnya.
“ Sayang yah, kita ga makan-makan di rumahmu kayak tahun lalu.”
“ Yah, mau gimana lagi,” nada suara Zelda menggantung.
***
Zelda berjalan di lorong Rumah Sakit sambil membawa tas yang berisi baju dan buku. Disana dia melihat banyak orang-orang yang berlalu lalang. Tidak hanya orang yang sakit, tetapi juga keluarga yang menemaninya. Orang-orang yang senasib dengan ku, pikir Zelda.
Tiba-tiba, mamanya menelpon.
“ Sudah dimana Zel?” Tanya mamanya.
“ Sudah dekat Ma, sebentar lagi sampai kok,” di ujung telpon Zelda mendengar banyak suara orang bercakap-cakap.
“ Disana ramai, Ma?” tanyanya. Jam segini memang jam besuk, tidak heran kalau banyak orang yang berkunjung ke kamar rawat mamanya.
“ Iya, rame. Ya udah mama tunggu”
Zelda sudah berada di depan pintu kamar rawat mamanya. Zelda tertegun ketika sepertinya mengenal suara-suara ramai yang didengar dari balik daun pintu kamar. Dengan tak sabar dia buka pintu tersebut.
“ SURPRISE !!!”
Zelda tersenyum lebar. Didapatinya mama, ayah dan kakaknya membawa sebuah hadiah besar dan berebut untuk memeluk dan menciumnya. Di ujung sana dilihatnya nasi kuning bersanding dengan kue tart strawberry. Dan disekelilingnya, dilihatnya Ratih, Septi dan beberapa teman-teman dekatnya berdiri disana. Mereka menyanyikan lagu ‘ Selamat Ulang Tahun ‘ dan mendaulat Zelda untuk meniup lilin. Zelda terlihat sangat bahagia.
Setelah teman-temannya pulang, Zelda duduk disamping mamanya.
“ Terima kasih ya, Ma”
“ Mama kan sudah janji untuk membuatkan kamu nasi kuning dan mengundang teman-temanmu,” jawab mamanya sambil tersenyum
“ Untung Septi dan Ratih bisa menjaga rahasia,” lanjut mamanya.
“ Ma.. mama mau gak janji satu lagi sama Zelda,” ujarnya sambil melihat mata mamanya.
“ Janji apa?”
“ Untuk sembuh,”
Mama memegang tangan anak bungsunya itu lembut.
“ Zelda tahu apa yang membuat mama kuat sampai sekarang?”
Zelda menggeleng pelan sebagai jawabannya.
“ Zelda beri kekuatan untuk mama terus berjuang melawan penyakit ini. Setiap melihat Zelda tidur di sebelah mama. Mama tahu, bahwa anak mama selalu ada buat mama untuk terus berjuang. Zelda yang buat mama seperti itu, ” tangan mama memegang Zelda lebih erat. Ayah dan kakaknya tersenyum mendengar kata-kata itu.
Tanpa terasa airmata Zelda tumpah perlahan. Dia terharu.
“ Aku sayang Mama,” bisik Zelda pelan sambil memeluk mamanya. Erat.
By Bulan Mendota. Amsterdam. Oktober 7th, 2007.
Dedicated to my mom in her ‘supposedly’ 56th birthday. I love you, mom.
Labels: cerpen